Tuhan dan Nama yang Terlarang

Tukang kayu asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu mendadak terkenal. Namanya melesat seperti meteor dan menjadi bahan pembicaraan di mana-mana.

Tuhan!

Ya, nama pendek itulah yang belakangan bikin heboh. Pak Tuhan yang lahir tahun 1955 mengaku nama itu merupakan pemberian orangtuanya. Dan selama ini ia tak pernah menemui masalah berarti dengan nama yang disandangnya tersebut.

Persoalan justru muncul setelah foto KTP miliknya berseliweran di media sosial. Tersebar dari satu gawai ke gawai yang lain.

god-594709_640

Komentar dan saran pun muncul saling bersahutan. Sejumlah pemuka agama hingga menteri ikut angkat bicara. Ada yang usul agar Pak Tuhan segera ganti nama saja. Atau setidaknya bersedia menambahkan kata lain di depan namanya agar tak terkesan menyamai Tuhan.

Pak Tuhan ternyata tidak sendirian. Ada juga warga dengan nama yang sama di daerah lain. Bahkan ditemukan pula orang dengan nama ‘Nabi’ dan ‘Saiton’.

Apakah nama itu dipilih biar terdengar keren dan unik seperti nama anak-anak zaman sekarang?

Sepertinya, orangtua Pak Tuhan tidaklah bermaksud demikian. Sejumlah ahli bahasa Using (Osing) menduga munculnya nama ‘Tuhan’ kemungkinan akibat adanya perbedaan antara pelafalan dan penulisan dalam bahasa salah satu suku di Banyuwangi tersebut.

Pada masa itu, di Banyuwangi dan daerah sekitarnya seperti Jember dan Lumajang, banyak anak diberi nama Tohan. Nah, dari sekian banyak anak dengan nama ‘Tohan’ tersebut, segelintir kemudian menjelma ‘Tuhan’ dalam identitas kependudukan mereka.

Tidak hanya ‘Tuhan’, nama ‘Nabi’ pun ternyata tidaklah unik. Data https://namamia.com/cek/nabi menunjukkan belasan anak menyandang nama tersebut yang dilahirkan tahun 1998 dan 2008.

Mungkin yang cukup unik adalah pria bernama Saiton di Palembang. Konon nama itu diberikan oleh kedua orangtuanya sejak kecil. Saat kanak-kanak dan remaja sempat dua kali dipaksa ganti nama oleh tetangga dan teman-temannya. Tetapi kembali dengan nama asalnya karena terus sakit-sakitan setelah ganti nama.

Perlu Larangan?

Para orangtua memang memiliki aneka motivasi saat memberi anak mereka. Kadang pemilihan nama anak dilandasi alasan-alasan yang rasional, tetapi sering juga hanya didasari sebuah mimpi.

Mungkin karena semakin banyak orangtua yang menamai anaknya dengan nama-nama aneh atau musuh pemerintah, banyak negara mulai menerapkan aturan ketat soal nama. Negara-negara seperti Arab Saudi, Perancis, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jerman, Perancis, Tiongkok dan Malaysia, memberlakukan larangan penggunaan nama-nama tertentu.

Pihak pengadilan akan menolak jika ada orangtua yang mendaftarkan bayi mereka dengan nama-nama yang diharamkan tersebut.

Di Arab Saudi misalnya, ada puluhan nama terlarang disematkan kepada anak. Nama-nama itu umumnya jika terkait keluarga kerajaan, nama yang dikaitkan dengan penistaan agama atau nama “asing”.

Gelar-gelar kebangsawanan seperti Sumuw (yang mulia), Amir (Pangeran), Malek (raja) dan Malika (ratu) atau istilah khusus misalnya Al Mamlaka (kerajaan) dilarang sebagai nama anak. Begitu pula dengan Abdel Nasser (Musuh Arab Saudi), Benyamin (Perdana Menteri Israel), Malak (malaikat) dan sejumlah nama lain ikut dilarang.

Selandia Baru melarang nama Prince, Princess, King, Major, Sargent atau Knight. Sedangkan Australia melarang nama Batman, Ikea, Lol, Osama dan puluhan nama lainnya.

Di Perancis nama Nutella dan Fraise (strawberry) tidak diperbolehkan oleh pengadilan. Lain lagi di Mexico, di negara ini nama-nama dari karakter film seperti Harry Potter, Hermione, James Bond, Rambo, Pocahontas atau sejenisnya yang tidak diperbolehkan.

Negara tetangga Malaysia melarang nama anak diambil dari nama buah-buahan, sayuran dan nama binatang. Portugal juga punya daftar panjang nama yang dilarang seperti Mona Lisa, Tom, Rob, Sammy, dan banyak lagi. Di Tiongkok, orangtua tidak diizinkan memberikan nama anak mereka dengan karakter di komputer seperti @, &, dan seterusnya.

Di jerman nama Hitler dan Osama bin Laden tegas dilarang. Sementara nama Messiah tidak diizinkan oleh pengadilan AS dipergunakan sebagai nama anak.

Apakah di Indonesia ada larangan semacam itu?

Entahlah. Meski PKI dan komunisme dianggap sebagai bahaya laten, tetapi nama tokohnya seperti Aidit tak masalah digunakan sebagai nama anak (https://namamia.com/cek/aidit).

Nama tokoh Al Qaidah juga tak kurang menarik minat orangtua untuk menamai anak mereka. Pada 2008, setidaknya ada 8 nama anak yang mengandung kata ‘Osama’ dan sebanyak 15 memakai kata ‘Usamah’ (https://namamia.com/cek/usamah).

Nama bukan cuma urusan keamanan dan politik. Nama anak juga seringkali berhubungan dengan sisi praktis: tidak menyulitkan orang lain dan anak itu sendiri (yang sepanjang hidupnya harus menyandang nama tersebut).

Di Kediri, baru-baru ini ramai dibicarakan ada anak dengan nama yang susah sekali dilafalkan: Uoaievantz Sfydz David Junior!

Anak tersebut kini sudah duduk di bangku sekolah. Dan itu artinya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sudah merestuinya sejak beberapa tahun yang lalu.

Barangkali di negara kita, urusan nama belum menjadi hal yang teramat penting untuk diatur-atur. Mungkin banyak orang berpikir, nama yang bagus belum tentu nasibnya cemerlang. Sebaliknya, nama yang dianggap buruk bisa jadi masa depannya lebih gemilang.

Seperti sebuah ungkapan, apalah arti sebuah nama. Toh, Tuhan saja yang di Banyuwangi, kini ia hanyalah seorang tukang kayu.**

Ilustrasi

Leave a Reply